Bila ada di antara pembaca yang budiman menganggap judul cerita pendek ini keterlaluan,mengada-ada atau membingungkan, aku terima dengan lapang dada seraya mengucapkan terima kasih yang tulus. Dan seandainya para sahabat.merasa bahwa judul di atas terlalu eksklusi dan menipulatif aku anggap itu sebagai kritik sehat dan membangun tentu saja kuberikan apresiasi. Aku berjanji bahwa lain kali kalau sehat badan lapang pikiran,dan seterusnya panjang umur dan murah rejeki aku akan membuat judul sesingkat-singkatnya misalnya DDDDDD atau D6. Aku berani manandatangi surat pernyataan di atas kertas bermaterai bahwa kisah nyata ini terus terang dan terang terus.
Terus terang maksudnya transparan,terbuka dan tak ada yang di tambah sana sini,misalnya dengan bumbu penyedap, malah masih banyak yang belum diukapkan, ini penting kusampaikan agar tak ada fitnah. Terang terus artinya agar kisah nyata ini tetap terang bederang atau tetap hidup agar dapat di petik hikmahnya oleh kita semua sampai kepada anak cucu dan cucit demi masa depan yang lebih baik.
Aku tidak akan menceritakan betapa megah dan aduhainya gedung DPR atau parlemen itu, misalnya terbuat dari bahan apakah gedung itu, berapa ratus orang terlibat dalam pembuatannya, berapa ribu hari baru selesai dibangun, barap upah pekerjaannya dan berapa triliun rupiah uang rakyat ludes untuk membiayainya. Tapi yang ingin kuceritakan adalah siapa dan mengapa mereka yang mempertontonkan drama absurd,menprihatikan dan melakukan yang kerap tak dapat diterima akal sehat.
Harap makium bahwa apa yang terjadi di TKP (Tempat Kejadian Pertunjukan) tak ada fitnah karena ratusan juta pemirsa di seluruh tanah air bahkan sampai ke mancanegara menyaksikan melalui Metro TV atau TV One “ terdepan mengabarkan”. Aku berharap kiranya tak ada pembaca tercinta yang menuduh aku seperti orang yang berusaha membentuk dan menggiring opini masyarakat untuk menjelekkan atau mendiskreditkan suatu institusi di negeri tercinta ini. Dan aku bukanlah type manusia rewel, sok tahu, sok jujur, sok bersih,sok pintar dan pahlawan kesiangan. Mudah-mudahan tak ada pembaca yang menduga aku sebagai orang yang suka berhalusinasi dan berimajinasi. Untuk membuktikan semua argumentasiku, dapat pula kita simak pendapat pengamat politik, pengamat sosia, psikolog bahwa sebagai (sekali lagi sebagian) anggota parlemen adalah politisi Busuk atau Hitam.
Mau tahu siapa dan mengapa mereka ? ini dia liputannya seorang ibu tiga puluhan, cantik dengan make up berlebihan duduk di deretan ke empat dari depan membuka tas yang kuyakini merek Gunci made in negeri merana Visa. Dan benda di dalamnya seperti prafum, cermin bedak kipas dan entah apa sajalah isinya dapat kupastikan tak ada yang made in jabodetabe.
Lalu artis yang nyambi sebagai anggota parlemen ini mematut-matut wajah pada cermin, mengoles-oles bibir bahwa dan atas dengan lidah. Terus perempuan ini menyemprotkan sesuatu (pasti bukan baygon ) ke ketika, leher,teliga bahkan sampai ke tengkuk. Lagi-lagi parfum ini kuduga made in negerinya Carla Bruny istrinya Nicolas Sarkozy. Adegan-adegan seperti ini di lakukan artis ini bila penyakit ngantuknya kambuh.
Politisi Busuk atau Hitam yang perutnya buncit melebihi stdard mungkin karena kebanyakan makan dari pada memikirkan rakyat kecil, lain pula tingkahnya. Lelaki ini memakai jas abu-abu, dasi liris-liris warna dasar coklat tua duduk di deretan artis pesolek tadi Hrap maklum bahwa aksesoris yang melekat pada tubuhnya pastilah barang import. Sepatunya? Jelas import, sebab sepatu politisi ini jauh lebih bagus dan lebih mahal dari sepatu yang di pakai oleh pak JK tokoh perdamaian dan integrasi kita pada waktu debat pilpres tempo hari,. Tak diragukan lagi bahwa seluruh pemirsa di tanah air menyaksikan bahwa sepatu pak JK ternyata made in Cibaduyut.
Anggota Parlemen tak layak dihormati ini pandai pula mengakal-akali. Ia punya kebiasaan buruk yaitu doyan ngantuk. Supaya tidak kelihatan matanya terpejam dipakainya kata mata hitam. Rupanya setiap siding palemen ia selalu membawa lebih dari satu pasang kacamata, satu kaca mata ngantuk dan satu lagi kacamata baca dan tulis. Tapi manalah aku bias dikibuli begitu saja sebab biar pun kedua matanya terpejam aku tahu bahwa ia ngantuk berat karena kepalanya manggut-manggut.